KEKUATAN TANPA BATAS ITU BERNAMA KERINDUAN
Part 4
By. M. Nadhif Khalyani
Dalam cerita keluarga Nabi Ibrahim yang kita bahas di 3 artikel sebelumnya, masih menyisakan pertanyaan.
Sebagai manusia biasa, wajar kita bertanya, apa yang membuat mereka kuat menjalani semua ujian itu?
Kepatuhan.. keyakinan…tentu itu jawabannya.
Sebagian kita pun menjalani keyakinan dan kepatuhan namun rasanya ada sesuatu yang berbeda dalam ruhani kita dan beliau bertiga.
Mungkin ini lebih dari keyakinan atau kepatuhan.
Tapi apa?
Mari kita lihat sosok-sosok lainnya agar kita bisa meraba kondisi spiritual Nabi Ibrahim dan kedua istrinya.
Adalah Aisyah RA, apabila beranjak ke tempat tidurnya, ia mengatakan,
“Bawakan padaku Al Majiid”.
Lalu dibawakan mushaf kepadanya, lalu ia pun meletakkannya di dadanya, lalu tidur bersamanya, karena dengan begitu ia merasa senang.
Demikian yang diriwayatkan oleh Sufyan dari Mis’ar, dari Aisyah.
Adalah Nabi SAW, apabila turun hujan, beliau menanggalkan bajunya dan membeberkannya sehingga terkena air hujan, dan beliau bersabda, ia baru saja datang dari Tuhanku.
Ini sikap Rasulullah SAW dan yang setelahnya berkenaan dengan kerinduan.
(Tafsir Qurthubi Surah Thahaa 84)
Kerinduan membuat Ibunda ‘Aisyah bersikap berbeda terhadap Mushaf.
Kerinduan pula yang membuat Rasulullah SAW menyebut hujan yang turun dengan kalimat yang menakjubkan, lebih dari sekedar fenomena alam. Tetapi kalimat beliau,
“Ia baru datang dari Tuhanku”.
Agar lebih jelas, kita lihat kisah berikutnya.
Ketika Nabi Musa pergi ke gunung Sinai, untuk memenuhi janji, ia rindu kepada Tuhannya, maka jarak tempuh puh terasa panjang karena sangat rindunya kepada Allah.
Akibatnya perkaranya terasa rumit sampai-sanpai gamisnya robek, kemudian ia tidak bersabar sehingga meninggalkan mereka dan berangkat seorang diri.
Setelah Nabi Musa berdiri di tempat berdirinya, Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi berfiman,
وَمَآ أَعْجَلَكَ عَن قَوْمِكَ يَٰمُوسَىٰ
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?
Maka Musa terdiam kebingungan untuk menjawab saat AIloh menanyakan tentang sebab mengapa ia mempercepat langkahnya, (mendahului meninggalkan kaumnya).
Kemudian ia mengatakan,
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَىٰ
“dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridho.”
Musa mengungkapkan kerinduan dan kebenarannya dengan ungkapan untuk mendapat keridhaan.
Qatadah mengatakan tentang ayat ini,
” Ia (Musa) menjawab karena rindu”
(Tafsir Qurthubi Surah Thahaa 84)
Kerinduan lah yang membuatnya melangkah mendahului kaumnya.
Mungkin ini salah satu rahasia batin orang-orang mulia ini.
Kerinduan itu tidak ada bisa dilihat.
Tapi ia menggerakkan gelombang.
——-
The end