Mencegah Anak Salah Langkah
By M Nadhif Khalyani
Hari itu menjadi hari yang menyesakkan dada beliau berdua. Untuk kesekian kalinya sang anak gadis semata wayang pulang telat.
Bukan karena pekerjaan sekolah yang bertumpuk, juga bukan karena kesibukan ekstrakurikuler atau les privat.
Tetapi karena jalan jalan dan nongkrong dengan teman temannya.
Pada awalnya sekedar nongkrong malam minggu, tapi pelan pelan, anak tersebut semakin jarang pulang. Puncaknya pernah beberapa hari tidak pulang. Dengan alasan yang sama, yaitu jalan dengan kawan kawannya.
Fulanah, menurut penuturan sang ibu, bukanlah anak nakal. Bahkan menjadi tumpuan kebanggan kedua orang tuanya. Begitu besar harapan padanya. Dia baik, nurut, dulu ketika SD, sekolah disekolah Islam cukup ternama. Beberapa juz telah fasih dihafalnya. Kerudung tak pernah lepas dar kesehariannya. Cukup lengkap untuk disebut sebagai anak mama yang baik dan sholihah
Namun hari ini serasa lain.
Tilawah tak lagi terdengar dari lisannya
Sholat juga tak se-rajin dahulu, terkadang harus bersitegang dengan orang tua sebelum sholat.
Entah pula, saat fulanah di luar rumah. Sholat atau tidak, orang tua tidak tahu.
Puncaknya, kerudung itu tak lagi dipakainya saat keluar rumah, dan beberapa hari tidak pulang.
Dia anak gadis, wajar jika orang tuanya gelisah.
Hatinya tak lagi lembut dan santun. Nasihat justru berujung pertengkaran.
Hari ini terasa lain.
Kedua orang tuanya kemudian datang ke tempat kami.
Menceritakan semua harapan yang seolah nyaris sirna dan berganti kecewa dan kesedihan.
“Ayah dan bunda, mungkin kebanggaan dan mimpi kita sebagai orang tua ada kalanya justru akan menghasilkan kekecewaan. Jika mimpi dan harapan tidak ditujukan kepada Alloh maka akan berujung pada kesedihan.
Maka sebelum menyelesaikan masalah ini, ada baiknya Ayah dan Bunda renungkan Sabda Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sallam berikut…”
Telah bercerita kepada kami [Suraij bin An Nu’man] telah bercerita kepada kami [Husyaim] telah memberitakan kepada kami [Mujalid] dari [Asy Sya’bi] telah bercerita kepada kami [Al Asy’ats bin Qais], ia berkata: Saya mendatangi Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersama rombongan,
Lalu beliau bertanya: Apa kau punya putra?
Saya menjawab: Saat saya pergi untuk menemui baginda, saya memperoleh bayi laki-laki dari bibi (keponakan laki-laki), saya mengimpikan kaum saya bangga dengan posisinya.
Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Jangan kau katakan seperti itu, karena bisa jadi ia sebagai penyejuk hati, namun jika meninggal pun kau memperoleh ganjaran, namun jika hanya kau katakan akan menjadi kebanggaan kaummu, nanti hanyalah mendatangkan keKecewaan dan kesedihan, keKecewaan dan kesedihan. (Musnad Imam Ahmad 20838)
Ayah dan Bunda
Hadits ini mengajarkan kita tentang harapan yang benar kepada Alloh, yakni harapan agar anak menjadi Qurrata A’yun.
Bukan semata mata menjadi kebanggaan keluarga, bukan harapan tumpuan hidup di hari tua atau harapan harapan duniawi lainnya. Karena Nabi mengisyaratkan, niatan yang salah hanya akan menghasilkan kekecewaan dan kesedihan.
Sejenak beliau berdua merenung.
“Lalu apa yang harus kami lakukan?” tanya sang ayah.
“Kembalikan semua motivasi, harapan hanya untuk Alloh” jawab kami.
“Mohon ampun kepada Alloh, minta maaf kepada Anak, doakan dengan tulus ikhlas”
“Ini saatnya memperbanyak sujud dan berdoa, bukan saatnya memperbanyak perdebatan dengan anak. Hentikan banyak bicara, sempurnakan doa.”
Berselang waktu 1-2 pekan
Sang ibu bercerita, bahwa anaknya telah kembali. Kerudung telah dikenakan kembali, sholat tanpa disuruh, dan pergaulan negatifnya berhenti.
Alhamdulillah
Ayah dan Bunda,
Akan datang masanya kamar kamar di rumah sepi tanpa anak anak
Akan datang masanya anak anak memilih jalan takdirnya sendiri
Maka saat inilah waktu terbaik untuk mempersiapkan semuanya, sebelum terlambat.
Baarakallohu Fiikum
———————————
Belajar bersama menemukan jawaban dan jalan keluar atas problem rumah tangga